Ruchayah, Sosok Sepuh Bordir Ichik Khas Kudus, Langganan Istri Soeharto
Oleh : JATENGKOTA | on
JATENGKOTA, KUDUS - Bagi Ruchayah, bordir ichik sudah menjadi bagian dari kehidupannya.
Sejak kecil dia sudah akrab dengan tradisi bordir yang diturunkan dari orangtuanya.
Sejak 1962, Ruchayah telah memulai usaha bordir meski usianya saat itu bisa dikatakan sangat belia.
Perempuan kelahiran 1952 itu mendapat keahlian membordir dari ibunya.
"Anak zaman dulu kan hanya ngaji dan ikut membantu orangtua. Membantu orangtua itu saya diajari bordir," ujar Ruchayah saat ditemui di kediamannya di RT 2 RW 2 Desa Janggalan, Kecamatan Kota Kudus.
Perempuan yang kini usianya mendekati kepala tujuh itu masih setia menggeluti usaha bordir.
Meski pendengarannya tidak lagi normal, dia masih menjalankan usahanya meski sebagian besar telah dibantu anaknya yang kelima, Sunaifah.
Ruchayah hanya sebagai pengarah, utamanya terkait motif dan pola bordir yang harus dikerjakan oleh anak buahnya.
Usaha bordir ichik yang dirintisnya sejak masih belia itu telah mengalami pasang surut.
Dulu pernah berjaya dengan ratusan pekerja.
Hingga menjadi rujukan bagi sebagian besar kaum hawa di Kudus yang ingin belajar membordir.
Kini usahanya masih berjalan, meski hanya tersisa 30 pekerja.
Para pekerjanya semuanya kaum hawa.
Sebagian besar mengerjakan bordir di rumah masing-masing.
Hanya tinggal satu orang saja yang masih mengerjakan bordir di rumah Ruchayah.
Setelah puluhan tahun berjalan, Ruchayah tidak tergiur menggunakan alat modern untuk produk bordirnya.
Hal itu untuk mempertahankan nilai bordir yang dibuatnya benar-benar buah karya dari tangan terampil.
Dia masih setia dengan alat bordir ichik.
Yakni mesin jahit kayuh yang telah dimodifikasi supaya bisa digunakan untuk membordir.
Sementara saat dioperasikan, mesin jahit manual itu mengeluarkan suara 'ichik-ichik'.
Ada ratusan pola dan motif yang telah diproduksi usaha bordir milik Ruchayah yang diberi merk Cahaya Indah.
Pola dan motif itu keluar secara genial dan murni dari pikiran Ruchayah.
Hal inilah yang kemudian menjadikan banyak istri pejabat tinggi negara pada masa orde baru memesan produk bordirnya.
Sebab, bordir buatan Ruchayah dijamin beda dan tidak ada yang menyamai.
Sembari mengingat-ingat, Ruchayah menceritakan siapa saja istri pejabat tinggi negara yang pernah memesan bordir kepadanya.
Mulai dari istri Presiden Soeharto, istri Jaksa Agung waktu itu, istri Panglima TNI, dan istri Kapolri saat itu.
Paling terakhir, sependek ingatan Ruchayah, Khofifah Indar Parawansalah yang membeli bordirnya saat dia menjabat sebagai Menteri Sosial.
Dari situlah kemudian bordir ichik menjadi lebih dikenal.
Meski kini usaha bordirnya tak lagi seramai dahulu.
Namun masih tetap bertahan.
Ruchayah sudah punya langganan sendiri.
Biasanya produknya dipasarkan di Solo dan Bandung.
Bordir buatannya juga pernah terjual sampai Medan, bahkan Malaysia.
"Jadi modelnya mereka itu menjual lagi bordir dari sini. Mereka pesan, bayar, terus kami buatin. Saya juga yang mengurus proses kirimnya," kata Sunaifah.
Ruchayah masih sangat ingat, saat bordirnya selalu habis di pasaran.
Motif yang paling digandrungi pelanggannya yakni motif borobudur dan bunga tempel.
Motif itu memiliki komposisi warna lumayan kontras, tapi tampak serasi.
Dia juga masih sangat ingat saat awal-awal membangun usaha bordir.
Kala itu Indonesia tengah didera konflik politik yang puncaknya pada 1965.
Yang melekat di pikirannya yakni saat itu terjadi gerakan September tiga puluh atau Gestapu.
Pada zaman itu, Ruchayah tidak begitu paham.
Yang dia tahu, kerudung bordir buatannya sangat laris di pasaran.
Buat berapa pun, selalu habis.
Tanpa pernah tersisa.
Sampai dia bisa memberi bonus secara berturut-turut kepada karyawannya.
"Ada Gestapu pokoke orang yang berkerudung selamat. Saya yang buat kerudung larise ra karuan," begitu yang diingat Ruchayah.
Saat ini, mode berbusana yang sudah sangat banyak macam dan varian, tapi Ruchayah menolak tumbang.
Dia tetap menjalankan usaha yang kebanyakan produknya berupa kebaya bordir.
Produknya pun selalu saja ada yang meminati.
Dalam satu karya bordir yang dikerjakan, yang menjadi khas bordir ichik buatan Ruchayah karena terdiri dari komposisi minimal tujuh benang dengan warna berbeda.
Paling banyak sembilan benang.
Di balik kerumitannya, tentu ada harga yang sesuai dengan hasil karya yang dibuat oleh tangan-tangan terampil.
Untuk membuat satu karya bordir utuh, membutuhkan waktu sekitar satu bulan.
Paling lama bisa sampai 1,5 bulan.
"Untuk harga, bordir paling sederhanya Rp 200 ribu dan paling mahal Rp 3,5 juta," tutur Sunaifah.
Bagikan Ke : Facebook Twitter Google+
Baca Juga
- » Pengakuan Istri yang Diam-diam Punya 2 Suami Bikin Warga Tertawa, AKhirnya Diusir dari Desa
- » Bupati Purbalingga Buka Liga Askab PSSI Tahun 2022, Diikuti 40 Klub
- » Kecelakaan Maut Bus Wisata di Tol Sumo Tewaskan 14 Orang, Yang Nyupir Kernet
- » Satgas Pangan Polda Jateng Temukan Puluhan Ekor Hewan Terpapar PMK
- » Cegah PMK, Polres Demak Persiapkan Skema Penyekatan Arus Lalu Lintas Hewan Ternak